Senin, 09 Juli 2012

Ini ceritaku


DI BALIK TANGISAN  SI BURHAN
Oleh: Abdur Rohman

Pagi buta, di saat sang mentari masih malu untuk menampakkan siluet-siluet cahayanya, tampak seorang anak yang diselimuti kesunyian duduk termenung di atas kesedihan yang mendalam, sejak hatinya terguncang di dalam teka-teki ketiadaan kedua orang tuanya, namun di balik ketiadaan orang tuanya ada secercah permasalahan yang tidak pernah diketahui olehnya. Burhan anak kecil yang hidup dalam rintihan itu.
Cerita ini berawal di saat Burhan masih berumur dua tahun yang hidup dalam bingkai kebahagiaan bersama kedua orang tuanya.
Pagi itu disambut rintihan angin dan kicauan burung yang menghiasi dalam rumah yang mewah di desa Maguwoharjo, burhan bak satu-satunya mutiara dalam cangkang kehidupan orang tuanya, yang selalu memberikan janji untuk membahagiakan ayah dan ibunya. Ayahnya menyambut hal tersebut dengan senyuman hangat, sambil berkata:
“Ayah tidak pernah membatasi kamu akan jadi apa, tapi ayah cuman ingin melihat kau bahagia.”
“Iya Anakku, kamu anak semata wayang dan mutiara penerang bagi kami,” sahut sang ibu.
“Terima kasih, Ibu, Bapak,” Burhan terharu dengan mata yang berkaca-kaca.
Dering alarm jam di atas meja, “kring-kring!!” yang mengharuskan Burhan untuk brangkat ke masjid. Burhan seorang anak yang soleh dan suka bergaul hingga teman-temanya menyukainya, sebut Arif nama teman akrabnya, sebelum mengaji mereka selalu bercanda tawa. Arif mengajak Burhan untuk belajar bersama di rumahnya, karena Burhan orang yang pintar di kelasnya.
“Burhan ajarin aku akidah akhlak ya,” ujar Arif.
 “Kamu harus bayar dulu,” canda Burhan. Dan, Burhan termasuk anak suka mengaji, bahkan suara lembutnya disambut oleh lantunan angin di sekitar masjid. 
            Di saat malam mendatangi dunianya, sejenak kemudian Burhan melepas lelah, suara rintihan hujan mengiringi langkah tidur Burhan, dalam alunan mimpi buruk yang ketika itu memecahkan keheningan malam, Burhan menjerit “ahk,, tidak,,” orang tuanya serentak bangun saat itu.
“Kenapa Anakku,,?” kata Ibunya sambil bergumam.
“Aku bermimpi Ayah dan Ibu meninggalkanku,” ucap Burhan sembari mengusap air matanya.
“Burhan...Burhan.., itu hanya mimpi saja, mungkin karena kau kecape’an,” ayahnya mencoba meyakinkan Burhan.
 “Benar Nak,” tutur ibunya.
            Hari senin mengawali pagi Burhan berangkat ke sekolah dengan mobil merahnya. Ia datang, sedangkan ayahnya kerja dikantor Jaya Bakti. Tempat sekolah SDN Al-Ihsan, nama tempat itu bukan berarti sekolah yang bagus atau bertingkat, tapi sekolah itu terlihat tua tak terawatt. Sedang Pak Murib guru olahraga favoritnya yang penuh semangat tengah mengayuh sepeda ontelnya, meski tua, jiwa semangatnya selalu menggambarkan bahwa umurnya belasan tahun. Kemudian Pak Murib mengakhiri materinya dengan do’a, suara bel sekolah menggrutuk telinga para siswa di antara bangku-bangku kelas yang mengisyaratkan berakhirnya pelajaran itu, disambut mentari menyapa dengan sinar putihnya.
             Seperti biasa, sebelum mengawali tidur siang, Burhan membantu ibunya berjualan di toko, saat itu Burhan bergelayut dalam lamunan, kemudian datanglah bapak-bapak dengan wajah mirip ibunya, tapi bapak-bapak itu menghampiri ibunya,, sungguh aku tak tahu apa maksud itu, tutur Burhan dalam benak pikirnya.
            Waktu terus mengalir, membawa Burhan semakin giat karena ujian kenaikan kelas di ambang pintu. Dan jiwa semangatnya menghantarkan  Burhan dengan prestasi terbaiknya ke kelas V SD. Hadiah sepatu baru pun telah disiapkan orang tuanya baginya, tak lupa keluarga Burhan juga berterima kasih kepada Pak Murib sebagai wali kelas Burhan waktu itu.
            Di kemudian hari dimana seorang bapak-bapak itu kembali muncul di depan pintu rumah Burhan, dan ingin bertemu dengan ibunya. Seketika Burhan pandangi wajah ibunya semakin cemas, entah apa yang mendasarinya, dalam hati Burhan sangat ingin tahu.
 “Kenapa  Ibu gelisah,?!” ucap Burhan sembari turut merasakan kegelisahan ibunya.
 “Tidak ada apa-apa wahai Anakku,”
 “Lantas mengapa Ibu gelisah,?”
“Ibu cuma kurang enak badan.”
“Istirahatlah bu!.”
Malam sunyi, ditemani suara jangkrik yang bersahutan yang mengalir dalam hembusan angin malam itu.
Subuh pun menjelang, pagi itu terasa mencekam tanpa ada suara dari orang tuanya,
 “Ibu, Bapak di mana?” ditambah dinginnya pagi itu semakin menambah sunyi rumah itu.  Dengan sengaja Burhan menengok kamar orang tuanya, ternyata kedua orang tuanya meninggal dengan lumuran darah, sontak Burhan berteriak seperti yang dia alami dalam mimpi.
“Ahk…, tidakk Bu, Pak, jangan tinggalkan Burhan”, disertai isak tangis.
 Serasa tak percaya bahwa itu kenyataan, kemudian tetangganya pun berhamburan mendatangi rumahnya, serta menghubungi polisi, dan kasus itu masih dalam penyedikan polisi. Suara rintihan Burhan membuat matanya bengkak, dia tidak sekolah, tidak makan, dan dia hanya duduk termenung meratapi nasibnya kini, sambil memandangi kamar orang tuanya.
            Tak seperti biasanya pagi yang ceria, Burhan tidak pergi sekolah, dan teman-temanya pun ikut berduka cita, kemudian Pak Murib berkunjung ke rumah burhan.
 “Assalamu’alikum, Burhan.”
 “Wa’alakumsalam,” sembari menangis.
Kemudian dia memeluk erat sang guru.
“Pak, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.”
“Masih ada aku yang akan menemanimu, untuk saat ini Burhan tinggal dirumah Bapak saja,” tutur Pak Murib sambil mengelus pundaknya, kemudian ajakan itu diterimah oleh Burhan. Sebelum Burhan meninggalkan rumahnya, Burhan menyiapkan pakaian, dan untuk meredupkan kerinduan ia kepada orang tuanya, Burhan sengaja ke kamar orang tuanya, tanpa disengaja di atas meja rias ibunya ada foto ibunya bersama bapak-bapak yang ia temui waktu itu. Semakin penasaran, Burhan menanyakan kepada tetangga sekitar, ibunya ternyata mempunyai saudara kandung, tapi beda bapak, tetapi kakeknya Burhan memberikan warisan sepenuhnya kepada ibu Burhan, yang kemudian menimbulkan pertentangan di antara keduannya mengenai warisan tersebut. Dan Burhan semakin curiga kepada bapak-bapak yang diwaktu lalu menemui ibunya yaitu paman ia sendiri. Seketika itu burhan ke kantor polisi untuk melaporkan kasus itu dan pihak polisi berhasil mengusut kasus tersebut. Bahwa benar pembunuhnya adalah pamanya sendiri, sebut namamya suparno.
            Dan, akhirnya Burhan tenang akan kasus itu, kemudian ia hidup penuh motivasi dengan Pak Murib, hingga waktu mengantarkanya menjadi orang sukses.


Jumat, 15 Juni 2012

BUDAYA POPULER


Masuklah ke Department store terkenal. Coba perhatikan pengunjung yang asyik melihat-lihat ragam koleksi yang supertrendi itu. Di depan rak deretan maxi dress, bisa jadi ada seorang wanita berusia 40-an berdampingan dengan wanita usia belasan tahun. Mereka memilih maxi dress yang sama! Fenomena terkini, wanita segala usia berkumpul di satu toko baju untuk membeli item fashion yang sama.Setelah dibeli, maxi dress berbahan jersey dengan motif bunga-bunga itu dipakai tak hanya untuk arisan di mal, tapi juga dipakai untuk membeli roti di supermarket, atau terkadang berubah fungsi sebagai baju tidur. Sah-sah saja.



        Mendefinisikan "budaya" dan "populer", yang pada dasarnya adalah konsep yang masih diperdebatkan, sangat rumit. Definisi itu bersaing dengan berbagai definisi budaya populer itu sendiri. John Storey, dalam Cultural Theory and Popular Culture, membahas enam definisi. Definisi kuantitatif, suatu budaya yang dibandingkan dengan budaya "luhur" (Misalnya: festival-festival kesenian daerah) jauh lebih disukai. "Budaya pop" juga didefinisikan sebagai sesuatu yang "diabaikan" saat kita telah memutuskan yang disebut "budaya luhur". Namun, banyak karya yang melompati atau melanggar batas-batas ini misalnya Shakespeare, Dickens, Puccini-Verdi-Pavarotti-Nessun Dorma. Storey menekankan pada kekuatan dan relasi yang menopang perbedaan-perbedaan tersebut seperti misalnya sistem pendidikan.
        Definisi ketiga menyamakan budaya pop dengan Budaya Massa. Hal ini terlihat sebagai budaya komersial, diproduksi massal untuk konsumsi massa. Dari perspektif Eropa Barat, budaya pop dapat dianggap sebagai budaya Amerika. Atau, "budaya pop" dapat didefinisikan sebagai budaya "autentik" masyarakat. Namun, definisi ini bermasalah karena banyak cara untuk mendefinisikan "masyarakat". Storey berpendapat bahwa ada dimensi politik pada budaya populer; teori neo-Gramscian "… melihat budaya pop sebagai tempat perjuangan antara 'resistansi' dari kelompok subordinat dalam masyarakat dan kekuatan 'persatuan' yang beroperasi dalam kepentingan kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat." Suatu pendekatan postmodernism pada budaya populer "tidak lagi mengenali perbedaan antara budaya luhur dan budaya populer."
          Storey menekankan bahwa budaya populer muncul dari urbanisasi akibat revolusi industri, yang mengindentifikasi istilah umum dengan definisi "budaya massa". Penelitian terhadap Shakespeare (oleh Weimann atau Barber Bristol, misalnya) menemukan banyak vitalitas karakteristik pada drama-drama Shakespeare dalam partisipasinya terhadap budaya populer Renaissance. Sedangkan, praktisi kontemporer, misalnya Dario Fo dan John McGrath, menggunakan budaya populer dalam rasa Gramscian yang meliputi tradisi masyarakat kebanyakan (Ludruk misalnya).
            Budaya Pop selalu berubah dan muncul secara unik di berbagai tempat dan waktu. Budaya pop membentuk arus dan pusaran, dan mewakili suatu perspektif interdependent-mutual yang kompleks dan nilai-nilai yang memengaruhi masyarakat dan lembaga-lembaganya dengan berbagai cara. Misalnya, beberapa arus budaya pop mungkin muncul dari (atau menyeleweng menjadi) suatu subkultur, yang melambangkan perspektif yang kemiripannya dengan budaya pop mainstream begitu sedikit. Berbagai hal yang berhubungan dengan budaya pop sangat khas menarik spektrum yang lebih luas dalam masyarakat.
Budaya populer (biasa disingkat sebagai budaya pop—dalam bahasa Inggris popular culture atau disingkat pop culture) adalah gaya, style, ide, perspektif, dan sikap yang benar-benar berbeda dengan budaya arus utama 'mainstream' (yang preferensinya dipertimbangkan di antara konsensus informal). Banyak dipengaruhi oleh media massa (setidaknya sejak awal abad ke-20) dan dihidupkan terus-menerus oleh berbagai budaya bahasa setempat, kumpulan ide tersebut menembus dalam keseharian masyarakat. Budaya populer sering dipandang sepele dan "tidak intelek" jika dibandingkan dengan apa yang disetujui sebagai budaya arus utama. Sebagai hasil dari persepsi ini, budaya pop mendapat banyak kritikan dari berbagai sumber ilmiah dan budaya mainstream (biasanya dari kelompok-kelompok religi dan countercultural) yang menganggap budaya pop superficial (palsu), konsumeris, sensasionalis, dan tak bermoral.

Sikap ini tercermin dalam preferensi dan penerimaan atau penolakan terhadap berbagai fitur dalam berbagai subjek, misalnya masakan, pakaian, konsumsi, dan banyak aspek entertainment seperti olahraga, musik, film, dan buku-buku. Budaya populer sering bertolak belakang dengan "budaya tinggi" (budaya luhur, budaya adiluhung) yang merupakan budaya kaum penguasa. Juga ditentangkan dengan budaya rendah atau rakyat dari kelas akar rumput.

Awal mula penggunaan kata "popular" dalam bahasa Inggris adalah pada abad kelima belas dalam hukum dan politik, yang berarti rendah "rendah", "dasar", "vulgar", dan "masyarakat kebanyakan"; sejak akhir abad kedelapan belas, popular berarti "luas" dan mendapatkan arti konotasi yang positif (William, 1985). Kata "Culture" di kalangan pengguna bahasa Inggris, sejak tahun 1950-an digunakan untuk mengacu pada berbagai kelompok masyarakat, dengan penekanan pada perbedaan budaya.

Budaya Pop Sebagai Komunikasi Politik

Mengapa para bakal calon (balon) gubernur atau presiden akhir-akhir ini suka bernyanyi? Mengapa bahkan ada yang merasa perlu menggubah lagu dan meluncurkan album? Mengapa balon pejabat di berbagai daerah nyaris dari Sabang hingga Merauke merasa perlu mencantumkan deretan gelar akademis di kartu nama dan media kampanye politiknya?

Jawabannya, barangkali karena "Politik adalah show business," kata Neil Postman, seorang pedagog dan kritikus media. Politik adalah bisnis pertunjukan! Guy Debord, dalam The Society of the Spectacle, menyebut masyarakat mutakhir, "masyarakat tontonan". Dalam "masyarakat tontonan", citra, kesan, dan penampilan luar adalah segalanya. Ia perlu dikemas agar memikat masyarakat. Ingat, politik citra adalah politik kemasan!
Perkembangan politik ternyata tak bisa menghindar dari kemajuan teknologi komunikasi dan pergeseran selera masyarakat. Kanal budaya pop menjadi sarana komunikasi antara elite politik dan massa. Budaya pop, politik, dan komunikasi politik mengalami konvergensi (bertemu) satu sama lain. Misalnya, kampanye politik sudah lumrah melibatkan artis pop, musik pop/dangdut, dan program televisi dipenuhi dengan politisi "artis" pop. Politisi yang "serius" pun (seperti tentara!) harus berhadapan dengan sorotan yang terus-menerus dari media pop atas kinerja pribadi dan politiknya.

Memang gejala ini bukanlah hal baru. Ia mengalami peningkatan akibat dukungan budaya televisi dan digital. Dalam Politics and Popular Culture, Street (1997) melukiskan genre politik ini sebagai "soal penampilan" (a matter of performance). Politik memiliki kaitan yang erat dengan budaya pop. Permainan di depan pemirsa televisi menjadi bentuk seni pertunjukan. Menurut Street, politik sebagai budaya pop adalah menciptakan khalayak. Orang yang akan tertawa dengan lelucon, memahami kecemasan, dan berbagi harapan dengan politisi, baik media pop maupun politisi menciptakan karya fiksi pop yang menggambarkan dunia impian rakyat.

Di era kedigdayaan televisi, politik dan laku politisi menjadi panggung hiburan. Di era ini, politisi lebih suka tampil di media dan membuat sensasi berita. Lebih suka retorika daripada karya, lebih doyan fashion ketimbang vision. Televisi tampil sebagai media utama kanal komunikasi elite politik sekaligus kanal gosip politik.

Televisi tidak hanya menjadi media talkshow yang kian mencerdaskan. Akan tetapi lewat televisi, pertengkaran dan perkelahian elite politik menjadi drama dan telenovela politik di ruang keluarga. Hubungan pacar gelap seorang politisi menjadi bumbu acara infotainment dan majalah gosip. Meledaknya industri telefon seluler telah memicu industri "perselingkuhan politik". Dipaparkannya "hubungan mesra" beberapa oknum politisi di layar HP menjadi contohnya!

Di era kedigdayaan "masyarakat hiburan", bisnis politik terus bertaut dengan bisnis hiburan. Pada saat yang sama terus berlangsung revolusi dalam lanskap komunikasi politik di Indonesia. Debat antarcalon pejabat mulai di tingkat pusat hingga daerah kian menjelaskan pentingnya senyum kemenangan, wajah ramah dan segar, komposisi bedak di pipi, semir dan sisir rambut yang rapi dan klimis, dan sedikit kerdipan mata ke penonton.

Dan, perlu ditambahkan pula, kemampuan menyanyi. Penampilan diri yang kukuh dan penuh percaya diri dicampur kehangatan menyapa pemirsa menjadi tanda kesiapan sang politisi. Dari ruang-ruang persiapan yang melibatkan "juru rias kampanye" disemprotkan berbagai parfum yang menebarkan aroma wewangian di pentas interaksi elite politik Indonesia. Pemilu 2004 mulai menandai aura wewangian dan kemewahan menjadi sarana komunikasi citra antarelite politik dan antara elite politik dan massa.

Para teoretisi komunikasi politik kontemporer menyebut kriteria penting kesuksesan politisi masa kini adalah kemampuan mengeksploitasi televisi dan memproyeksikan profil pribadinya. Politisi yang sukses selalu mengeksploitasi teknologi komunikasi era mereka. Theodore Roosevelt mempromosikan karier politik dan menjadi perintis awal seni manajemen kesan di media. Kemenangan Kennedy atas Nixon awal 1960-an adalah kemenangan citra. Kemenangan Ronald Reagan, sang aktor pada 1980-an dan kemenangan Arnold Schwarzenegger sebagai Gubernur California pada 2000-an adalah logis ketika media adalah pembentuk kesan.

Keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempromosikan karier politiknya juga berkat "drama politik" yang dimediakan dan ditelevisikan. Dimulai saat pengunduran dirinya dari posisi menko polkam. Melalui manajemen persepsi, realitas SBY telah "digelembungkan" menjadi citra unggulan, yang dipertarungkan merebut dukungan suara di bursa politik.

Sejak itu, tampilan politik Indonesia menjadi lain. Ketika batas politisi dan selebriti menjadi kabur, ketika politisi menjadi aktor, dan para selebriti berduyun-duyun memasuki pentas politik, tak heran para elite di Indonesia kian rajin membaca puisi, main gitar, dan menyanyi. Pidato politik kini mulai diselingi dengan alunan suara politisi (sekalipun terdengar sumbang).

Ketika rentetan musibah menimpa bangsa, Presiden SBY merespons, mengajak bangsa Indonesia terus bersabar dan melantunkan lagu "Untuk Kita Renungkan" yang diiringi dentingan gitar Ebiet G. Ade. Dalam masyarakat hiburan (amusement society), tampak bagaimana cara elite politik Indonesia menanggapi bencana. Tak harus membuat kening berkerut, fun saja, dan hadapi dengan sabar dan senyum.. Potret tebaran senyum politisi Indonesia di pentas budaya pop

بحث مخارج الحروف أين ينطق؟


إسم : عبدالرحمن
رقم القيد: 09310026




قسم حروف الحلق والجوف


   الخاء الصوت الذى يشترك في نطقه, أقصي اللسان مع الطبق وهو " قصى طبقي"
   الغين الصوت الذى يشترك في نطقه,  أقصى اللسان مع الطبق وهو "قصى الطبقي"
   العين الصوت الذى يشترك في نطقه مع جذران اللسان وهو "جذري حلقي"
 الحاء الصوت الذى يشترك في نطقه مع جذران اللسان وهو "جذري حلقي" 
    الهاء الصوت الذى يشترك في نطقه الحنجرة "حنجري"
الهمزة الصوت الذى يشترك في نطقه الحنجرة "حنجري"

قسم اللسان



القاف الصوت الذى يشترك في نطقه اللهاة مع أقصى اللسان "قصي لهوي"
الكاف الصوت الذى يشترك في نطقه, أقصى اللسان مع الطبق وهو " قصي طبقي"

الياء الصوت الذى يشترك في نطقه, وسط اللسان مع الغار وهو " وسطي غاري"  
الجيم الصوت الذى يشترك في نطقه ، وسط اللسان مع الغار وهو " وسطي غاري"
الشين الصوت الذى يشترك في نطقه ، وسط اللسان مع الغار وهو " وسطي غاري"

اللام الصوت الذى يشترك في نطقه, طرف اللسان مع أصول الأسنان العليا مع اللثة "ذلقي لثوي أثناني"
الضاد الصوت الذى يشترك في نطقه ذلق اللسان مع أصول الثنايا العليا في إلتقاء مع اللثة "ذلقي لثوي أثناني"



النون الصوت الذى يشترك في نطقه,طرف اللسان مع أصول الأسنان العليا مع اللثة "ذلقي لثوي أثناني"

الراء الصوت الذى يشترك في نطقه,  ذلق اللسان مع اللثة وهو "ذلق لثوي"


الدال الصوت الذى يشترك في نطقه, طرف اللسان مع أصول  الثنايا العليا في الإلتقاء وهو " ذلقي لثوي اثناني "
التاء الصوت الذى يشترك في نطقه، ذلق اللسان مع أصول ثنايا العليا في التقاء مع اللثة وهو "ذلقي لثوي اثناني"
الطاء الصوت الذى يشترك في نطقه ذلق اللسان مع أصول الثنايا العليا في إلتقاء مع اللثة "ذلقي لثوي أثناني"




الزاء الصوت الذى يشترك في نطقه, ذلق اللسان مع اللثة  وهو "ذلق لثوي"
السين الصوت الذى يشترك في نطقه, ذلق اللسان مع اللثة وهو "ذلق لثوي"
الصاد الصوت الذى يشترك في نطقه, ذلق اللسان مع اللثة  بتقديم الشفتين (العليا و السفلى) وهو "ذلق لثوي" 


الثاء الصوت الذى يشترك في نطقه، طرف اللسان بين الثنايا العليا و السفلى وهو"ذلقي أسناني"
الذال الصوت الذى يشترك في نطقه, طرف اللسان بين الثنايا العليا و السفلى وهو"ذلقي أسناني"
الظاد الصوت الذى يشترك في نطقه , طرف اللسان بين الثنايا العليا و السفلى في إنتاجه وهو"ذلقي أسناني"







قسم شفتين و الخيشوم

الفاء الصوت الذى يشترك في نطقه, أطراف الثنايا العليا على الشفة السفلى وهو " شفوى أسنانى"


الباء الصوت الذى يشترك في نطقه، إلتقاء الشفتين(السفلى والعليا) وهو
 " شفتاني"
الميم الصوت الذى يشترك في نطقه, إلتقاء الشفتين(السفلى والعليا) وهو
 " شفتاني"
الواو الصوت الذى يشترك في نطقه, إلتقاء الشفتين(السفلى والعليا) وهو
 " شفتاني"